Keberagaman tidak hanya dilihat antara satu daerah dengan daerah lainnya, tetapi bisa juga dari diri sendiri dengan saudaranya yang satu keturunan atau memiliki hubungan darah. Sampel kecil yang diambil tersebut dapat digambarkan dengan skala besar, yakni pluralitas bangsa Indonesia. Diri sendiri dengan saudaranya disatukan oleh tali persaudaraan, sedangkan masing-masing daerah disatukan oleh Pancasila yang di dalamnya terdapat semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Jika Bhinneka Tunggal Ika adalah semboyan negara Indonesia yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu jua, maka Pancasila adalah dasar negara Indonesia yang dipegang teguh sebagai alat pemersatu bangsa. Pemersatu dalam keberagaman atau plutaritas, baik agama, budaya, suku, adat, ras, maupun bahasa. Keberagamaan itulah menjadi ciri khas dan daya tarik karena mampu menunjukkan kekayaan, integritas, dan eksistensi suatu negara di mata dunia.
Cukup sulit dipercaya karena banyak orang yang bertanya-tanya tentang kondisi negara Indonesia. Negeri elok rupawan yang memiliki 17.000 pulau, penduduk 240 juta jiwa yang di dalamnya terdapat 1.128 suku, dan 6 agama ‘resmi’ mampu bersatu dalam NKRI. Salah satu keberagaman yang sedang mencuri perhatian mancanegara, yaitu keberagaman aliran dalam agama mayoritas penduduk Indonesia. Konsep keagamaan tampaknya bukan lagi sebagai perkara yang bisa dibesar-besarkan dalam kehidupan bernegara. Agama lebih dispesifikan sebagai keyakinan pribadi daripada dijadikan sebagai dasar hukum (dikutip dari http://jejakpelamun.blogspot.com/2013/06/jejak-memahami-indonesia-sebagai.html).
Dahulu sentimen agama begitu kuat melatarbelakangi pandangan masyarakat terhadap sesuatu, tetapi kini masyarakat lebih dewasa dalam memahami keberagaman di Indonesia. Sebagai contoh, agama Islam yang alirannya terbagi menjadi 27 salah duanya adalah NU dan Muhammadiyah. Ketika saudara sesama umat muslim sedang berada dalam kondisi terpuruk, mereka tetap saling membahu, contohnya negara Palestina yang dibumihanguskan oleh tentara Israel untuk merebut wilayah kekuasan. Tidak lagi memandang dari aliran Islam mana pun, mereka percaya bahwa meraka sedarah, seiman, dan sehati. Berbagai upaya dilakukan untuk membantunya dan tidak mengenal takut mati demi memperjuangkan saudaranya atas nama Tuhan. Melihat kegigihan umat Islam lainnya ternyata mampu mambuat orang lain beragama lain berempati, ikut prihatin, dan ikut membela. Kekuatan persatuan ini akhirnya mendapat perhatian khusus dari negara-negara lain. Perhatian dalam hal gotong-royong membantu mewujudkan perdamaian dunia.
Contoh lainnya, saat menetapkan tanggal 1 Ramadhan muncul berbagai tanggapan dari berbagai aliran yang akhirnya ibadah dilaksanakan berbeda hari. Sidang Isbat dilakukan pemerintah agar masyarakat Indonesia tidak ragu dalam melaksanakan ibadahnya. Di dalam hati kecil setiap umat berkeinginan untuk merayakan hari raya bersama-sama tanpa ada perbedaan hari pelaksanaan seperti penetapan 1 Ramadhan. Cara mudah untuk menyatukan bangsa Indonesia ialah memberi pemahaman mengenai arti kebangsaan yang telah dibangun selama berabad-abad yang kerap kali tanpa disadari padahal tampak jelas ikatannya.
Indonesia merupakan bangsa majemuk, bangsa plural yang tidak mungkin disatukan suku, budaya, atau agamanya. Pahami pluralisme dengan hati sebagai pilar kebangsaan agar kehidupan harmonis. Dengan demikian, pluralitas dapat dikatakan sebagai salah satu media yang mengantarkan kondisi negara Indonesia seperti sekarang ini yang tetap utuh bersatu dalam keberagaman. Saling memahami dari hati ke hati bahwasannya kita semua saling membutuhkan. Jika ada salah satu anggota badan kita yang tergores luka, maka anggota badan lainnya pun merasakan sakit. Berbeda, tetapi satu hati dan karena satu tujuan menciptakan satu kekuatan.
***