Saat itu aku tak
mengenal siapa dirinya dan dirimu, tepat di awal tahun 2012. Kini masuk dalam
hidupku sebagai lakon alur maju mundur yang cukup komplikatif. Hanya dari
tulisan ini lah segala ingatan itu terbaca karena kebingunganku semakin
menjadi-jadi. Sebuah mimpi yang membawa jiwa ini masuk dalam kehidupan nyata.
Mungkin ini hanya kebetulan saja yang peluangnya besar terjadi oleh siapapun,
kapanpun, dan dimanapun.
Perasaan ini jauh
terombang-ambing hingga kutemukan arti maksud dari bawah alam atau bunga tidur
itu, perlahan tetapi kutemukan banyak ketakutan. Aku manusia lugu yang tidak
mengerti apa arti dari kata sakit dan menyakiti. Aku manusia lugu yang tidak
mengerti apa arti dari kata 'orang jahat'. Lisan ini senantiasa terjaga dalam
lantunan minta ampun kepada-Nya dan sikap ini senantiasa menunjukkan
kepribadianku yang tidak semuanya orang ketahui sesungguhnya.
Sore itu, di
sebuah danau dikelilingi pepohonan lebat seakan menggambarkan tempat itu berada
di tengah hutan. Wangi angin sore, kutemukan kedamaian dan ketenangan hati saat
aku duduk dipinggir danau jernih sambil memainkan kaki di atas air danau dengan
genit. Aku juga tidak mengerti apakah itu danau atau sungai besar, entahlah.
Kunikmati sore itu sambil melihat matahari terbenam dengan cantiknya menemaniku
dalam kesendirian dan ketenangan saat itu.
Beberapa menit
kemudian datanglah seorang bapak paruh baya yang gagah mengenakan kaos putih
dan celana training merah sambil membawa pancingan, tak lupa memakai topi yang
hendak dipakai para pemancing hebat. Orang itu tidak pernah aku kenal
sebelumnya, datang menghampiriku yang sedang asyik menikmati ketenangan kala
itu. Berjalan dengan gagah, pelan, dan tenang di atas air. Seberkas cahaya
keluar dari tubuhnya. Aku menengadah melihatnya tidak begitu jelas hingga aku
begitu tak peduli siapa yang menghampiriku, tak peduli apa yang akan orang itu
lakukan kepadaku. Menghampiri semakin dekat dengan wajah letih kecewa dan
tersenyum padaku. Takku perhatikan pasti siapa orang itu. Dirinya mengambil
posisi duduk tepat di sebelah kananku. Dirinya mengikuti apa yang aku lakukan,
mungkin melepas lelah dan kecewa di wajahnya. Terlihat sedih, ingin kutanyakan
tapi aku tak mengenalnya. Kami berdua asyik dalam ketenangan itu bermainkan air
dengan kaki-kaki kami dengan genit.
Duduk dan
bercerita hingga menunggu Sang Fajar tenggelam. Suasana yang sangat
mengharukan. Ditaruhnya topi dan pancingan di sebelah kanannya. Dirinya banyak
sekali cerita, aku tak ingat saat di dalam mimpi itu apa saja yang dibicarakan
olehnya hingga tak terasa hari itu sudah gelap. Obrolan, curhatan, cerita, atau
apalah itu aku tak ingat pasti. Karena begitu tertarik aku dengan
cerita-ceritanya akhirnya aku memperhatikan dan melihat parasnya seperti apa.
Ya, tetap aku tak mengenal siapa dirinya. Saat aku menengadah ia pun menatapku
sambil tetap bercerita. Matanya berkaca-kaca melukiskan lelah dan kecewanya
hilang begitu saja karena memberikanku senyuman. Senyuman lepas seperti seorang
ayah yang rindu kepada anaknya berharap anaknya mengerti bahawa ia dalam
keadaan sangat baik.
Selang pembicaran
itu terjadi, aku juga menjadi sungkan begitu lama berbicara dengan orang asing.
Kucari cara agar menghentikan pembicaraan itu dengan sengaja. Alasan klasik
kupakai. Aku izin untuk buang air karena sudah lama ditahan. Dari belakang aku
lihat dirinya masih saja menikmati ketenangan itu. Cahaya yang tadi terpancar
saat berjalan di atas air kini meredup saat aku tinggalkan dirinya seorang
diri. Alasan bukan alasan ternyata aku ingin buang air kecil, hingga saat itu
aku temukan kamar mandi yang begitu banyak jumlahnya. Seribu pintu ya seribu
kamar mandi. Aku masuk ke dalam dan ternyata aku terjebak di dalamnya. Bingung,
akhirnya berbagai cara aku lakukan untuk segera keluar karena aku ingin melihat
orang asing itu masih berada di tempatnya atau tidak. Disaat kesusahan itu
datang, seorang kawanku datang dan membantuku keluar dari tempat aneh itu.
Berhasil! Setelah kulihat itu hanyalah ilusiku tentang 1000 pintu kamar mandi.
Kawanku hilang begitu saja dan aku kembali ke tempat aku duduk di pinggir danau
itu.
Terkejut aku
melihatnya ternyata orang asing itu masih duduk menunggu aku kembali. Saat aku
kembali, ia menanyakan apakah urusanku sudah selesai atau belum. Terlukis di
wajahnya bahwa masih ada lelah dan kecewa yang masih menyisa hingga akhirnya ia
memutuskan untuk melanjutkan lagi pembicaraan tadi yang sempat tertunda karena
alasanku dan kebetulanku juga. Cerita yang menyenangkan karena akhirnya kami
berdua tertawa bersama. Saat itu juga aku yakin bahwa ketenangan mampu
mengobati kelelahan dan kekecewaannya saat itu. Aku juga tidak mengerti mengapa
ia lelah dan apa yang ia lelahkan, seperti orang yang telah merantau jauh
tetapi baru singgah di tempat yang benar-benar mau ia singgahi. Aku juga tidak
mengerti mengapa ia kecewa dan apa yang ia kecewakan saat itu, seperti orang
yang marah kemudian pergi dari rumahnya.
Setelah obrolan
itu terjadi hingga beberapa jam dan langit begitu gelap, balasnya ia dengan
senyuman sambil menatapku. Senyuman terenyuh yang menandakan ia begitu lepas
dari kegundahannya. Aku pun turut bahagia. Sikapku yang awalnya biasa menjadi
sangat simpatik dan empatik dengannya. Malam itu sangat gelap. Dalam hutan yang
tidak ada penerangan satupun. Kami berdua diterangi hati kami yang berbahagia
saat bersenda gurau dan terang dari tubuhnya yang bersinar. Ia berpamitan, dan
kulihat lagi wajahnya semakin aku kenal. Brewok dan kacamatanya mungkin menjadi
ciri khas yang aku patri hingga aku keluar dari bunga tidur ini. Pamitnya
dengan senyum dan ucapan terimakasih. Lalu pergi entah meneruskan perjalanannya
sambil membawa pancingannya dan mengenakan topinya yang hendak diletakkan di
sisi kanannya. Kulihat ke belakang seiring menggambarkan aku mengantarnya
pergi, dirinya pergi dengan cahaya di tubuhnya dan semakin lama semakin hilang.
Aku terbangun dan
aku menyadari saat itu jiwaku berada di alam bunga tidur. Aku penasaran
siapakah orang asing itu. Aku tersentak kaget karena aku tidak pernah bermimpi
setiap tertidur dan aku tidak pernah bermimpi orang yang masih hidup. Dalam
benakku, aku berpikir apakah orang itu telah tiada yang mengartikan bahwa ia
datang menemuiku untuk menyusulnya kelak? Terbangun dan akhirnya aku
memikirkannya apa yang akan terjadi. Aku takut ini sebuah pesan namun tak dapat
aku artikan seutuhnya sehingga aku tidak bisa membawa amanahnya. Takut sekali.
Rasa ketakutanku hingga membawaku bermimpi itu lagi dan menunggunya kembali
ternyata ia tak pernah datang lagi. Sebuah tafsir yang sulit dimengerti.
Mengapa harus aku yang bermimpi indah, klasik, menenangkan, dan membingungkan itu?
Mengapa bukan orang lain? Mengapa dirinya pergi tidak kembali dan menjelaskan
semua apa yang terjadi sehingga tidak ada satu hal pun yang bakal membuat aku
bingung?
Aku buka album
foto orang yang sering mengusik dan menggandrungi kehidupanku. Setelah kutemukan
foto bersama anak kecil berambut keriting. Foto saat dirinya sedang terbaring
dan senyum merekah bersama anak kecil itu. Sontak aku berteriak-teriak dalam
kamar dengan memandangi laptopku, "Ini orang yang ada di mimpi kemarin!
Mirip.. ya mirip sekali! Tidak salah ingatanku saat ia menengok ke diriku
dengan senyum merekah dan tawanya yang membahana". Dalam album foto
Fakhrizal Arsi. Ketika kutanyakan siapa gerangan yang ada di dalam bunga tidur
itu ternyata ayahnya, alm. Achjar Chalil.