Say hello,

Rabu, 18 Januari 2012

Ketika Binatang Protes

KERA putih memang sakti. Entah kenapa. Mungkin karena usianya yang sudah tua. Tapi ada juga yang bilang kalau dia masih punya darah keturunan Anoman. Pantaslah kalau dia sakti. Penduduk hutan menghormatinya. Bahkan sang Raja Hutan pun kerap kali meminta pertimbangan kera putih sebelum membuat suatu kebijakan.

Pagi itu, seusai salat duha, Kera Putih sedang merapikan rambut-rambutnya di depan cermin. Tak sedikit pun dia berniat untuk menyemir rambutnya dengan warna hitam biar terlihat lebih muda, seperti yang sering dilakukan bangsa manusia. Apalagi rebonding. Ah, Kera Putih merasa lebih senang dengan penampilan asli bikinan Tuhan. Dia mensyukuri apa yang dititipkan kepadanya.

Serombongan binatang datang berkunjung ke kediaman Kera Putih. Pasti ada hal penting yang ingin disampaikan. Bagaimana mungkin mereka mau bersusah payah menuju bukit tertinggi di hutan itu. Tidak salah lagi. Apa lagi terlihat juga di rombongan itu sang Raja hutan.

"Begini Tuan Kera Putih, kami ingin mengadu ke Tuan. Memohon petuah Tuan. Rakyat saya ini banyak yang tidak terima namanya dijadikan bahan olok-olokan bangsa manusia," Singa, sang Raja Hutan mengawali pembicaraan.

"Saya tidak terima Tuan. Masak tiap mereka sial, atau ingin mengumpat, nama saya disebut-sebut. Anjing!! katanya. Padahal apa salah saya?" Anjing tidak sabar lagi untuk berbicara. Padahal belum dipersilahkan.

"Iya tuan, nama saya juga. Meski diberi akhiran –an tetap saja saya tidak terima. Apalagi nama itu disematkan untuk manusia-manusia brengsek. Bajingan katanya," Tupai, alias Bajing ikut angkat bicara.

"Saya juga Tuan Kera Putih. Kali ini malahan anak saya yang dijadikan korban. Padahal dia masih kecil, enggak tahu apa-apa. Bahkan banyak manusia yang tidak tahu kalau kata itu sebenarnya nama anak saya. Kampret," Kelelawar membela anaknya. Kampret merupakan nama kelelawar kecil.

"Saya juga," terdengar suara agak kecil. Semua hadirin mencari dari mana sumber suara itu. "Saya sudah kecil begini, nama saya juga sering dipakai untuk umpatan manusia."

Akhirnya hadirin tahu, kalau sumber suara adalah si Kutu Kupret.

"Kalau kamu Singa?" Tuan Kera Putih penasaran dengan kedatangan sang Raja Hutan.

"Saya ini Singa, raja hutan. Tapi manusia sering menyebutnya Raja Singa dan parahnya itu dijadikan nama penyakit yang menjijikkan," Singa kesal.

"Masak koruptor disebut tikus," Tikus ikut angkat bicara.

Semua binatang yang datang di forum itu mengeluarkan unek-uneknya pada Tuan Kera Putih yang bijaksana sampai puas. Memprotes namanya yang digunakan manusia untuk mengkonotasikan negatif. Buaya darat, kucing garong, bajing loncat, kambing hitam, dan lainnya. Akhirnya giliran Tuan Kera Putih angkat bicara. Semua terdiam ingin mendengarkan kata-kata bijak yang ditunggu sedari tadi.

"Wahai bangsa binatang. Kalian kira aku juga tidak mengalami nasib yang sama dengan kalian? Pasti kau pernah mendegar kata-kata MONYET LU!!. Menurut hemat saya, tak perlulah kita dibikin pusing dengan perkataan manusia itu. Kita ini diciptakan Tuhan sesuai fitrahnya seperti ini, sebagai binatang. Justru harusnya kalian bangga karena manusia yang sudah diberi akal dan berbagai kelebihan lainnya malah mengikuti polah kita, seperti binatang. Anggap saja kita mereka mengangkat derajat kita meski sebenarnya mereka yang menurunkan derajat mereka. Hahaha."

"Hahaha," semua binatang ikut tertawa seperti yang dilakukan Tuan Kera Putih.



Ridwan Kharis
Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM)
Anggota Forum Lingkar Pena Yogyakarta(//rfa)

Sumber: http://kampus.okezone.com/read/2012/01/12/95/556019/ketika-binatang-protes 

Tidak ada komentar: